Obrolanrakyat.id, Samarinda – Penyusunan awal revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Penanggulangan Bencana di Kota Samarinda kini mengarah ke pendekatan partisipatif dengan melibatkan langsung elemen masyarakat sipil.
Langkah tersebut terlihat dalam rapat dengar pendapat (hearing) yang digelar Panitia Khusus (Pansus) III DPRD Samarinda pada Rabu (4/6/2025) di ruang rapat Komisi III DPRD. Agenda ini menjadi bagian penting dari penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk merevisi Perda Nomor 10 Tahun 2017.
Keterlibatan langsung organisasi kemasyarakatan seperti Info Taruna Samarinda (ITS) dan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) mendapat perhatian dalam forum tersebut. Kedua organisasi ini dinilai memiliki pengalaman langsung dalam penanganan bencana dan berperan aktif sebagai relawan di lapangan.
Ketua Pansus III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, menegaskan bahwa partisipasi publik menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang menyentuh kebutuhan nyata masyarakat.
“Hari ini, kami mengundang sejumlah elemen masyarakat yang biasanya aktif dalam penanganan kebencanaan, seperti Info Taruna Samarinda (ITS) dan Forum Pengurangan Risiko Bencana Samarinda. Kehadiran ITS mewakili para relawan kebencanaan,” jelas Abdul Rohim.
Ia menambahkan bahwa regulasi tidak bisa hanya dibentuk dari ruang legislatif tanpa melibatkan pengalaman lapangan dari para relawan dan pegiat kemanusiaan.
“Tujuannya adalah mengidentifikasi berbagai permasalahan dan kebutuhan yang relevan untuk dimasukkan dalam revisi perda tersebut, agar semua tahapan penanggulangan bencana dari pencegahan hingga rehabilitasi bisa dilakukan secara maksimal,” paparnya.
Dalam diskusi tersebut, salah satu isu penting yang diangkat adalah soal penegakan hukum terhadap pelaku kerusakan lingkungan yang dapat memicu terjadinya bencana.
“Salah satu poin penting yang dibahas adalah penegakan sanksi terhadap individu atau badan usaha yang aktivitasnya dapat memicu bencana. Selain itu, ada pula usulan penguatan kewenangan BPBD agar bisa lebih optimal dalam tindakan preventif dan rehabilitatif,” ujar Abdul Rohim.
Keterlibatan Forum PRB dinilai penting untuk memperkuat basis partisipasi publik. Dengan menjaring masukan dari berbagai komunitas relawan dan pegiat lingkungan, kebijakan yang lahir diharapkan lebih kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan daerah.
Langkah ini juga mencerminkan paradigma baru dalam pengelolaan kebencanaan, yaitu kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, masyarakat sipil, dan dunia usaha. Kolaborasi ini menjadi penting di tengah meningkatnya risiko bencana akibat perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.
Pansus berharap, melalui Raperda yang sedang dirancang, Kota Samarinda bisa memiliki sistem penanggulangan bencana yang lebih inklusif dan adaptif.
Dengan adanya ruang partisipasi bagi masyarakat, diharapkan regulasi kebencanaan mendatang tak hanya bersifat administratif, tetapi mampu menjadi solusi konkret dalam menghadapi kondisi darurat yang sewaktu-waktu bisa terjadi. (Adv)