DPRD Samarinda Awasi Larangan Jual Buku di Sekolah Negeri

Sabtu, 28 Juni 2025 19:59 WITA

Ilustrasi penjualan buku oleh penerbit di sekolah.
Ilustrasi penjualan buku oleh penerbit di sekolah.

Obrolanrakyat.id, Samarinda – Menjelang dimulainya tahun ajaran baru 2025/2026, DPRD Kota Samarinda menaruh perhatian serius terhadap potensi pungutan di sekolah, khususnya terkait kewajiban membeli buku pelajaran.

Langkah pengawasan ini ditegaskan oleh Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi, yang mengingatkan bahwa sekolah negeri dilarang memberlakukan kewajiban pembelian buku sebagai bagian dari proses belajar mengajar.

Ismail menyampaikan pernyataan tersebut saat ditemui di Ruang Fraksi Gedung DPRD Kota Samarinda, menyusul imbauan resmi dari Wali Kota yang melarang pungutan untuk pembelian buku.

“Sudah ada peringatan dari Wali Kota, tidak boleh sekolah memungut biaya untuk mewajibkan siswa membeli buku,” tegas Ismail belum lama ini.

Ia menjelaskan bahwa larangan tersebut bukan hal baru, karena telah ada surat edaran dari pemerintah kota. Namun, ia belum bisa memastikan sejauh mana aturan tersebut dipatuhi, sebab tahun ajaran baru belum dimulai.

“Kita belum tahu apakah larangan ini masih dilanggar atau tidak, karena tahun ajaran baru belum dimulai dan belum ada laporan masuk,” jelasnya menanggapi situasi terkini.

Pengawasan akan difokuskan pada sekolah negeri, terutama jenjang SD dan SMP, yang berada langsung di bawah kewenangan Pemerintah Kota Samarinda. Ismail menyebut, pemantauan akan dilakukan ketika kegiatan belajar mengajar resmi dimulai.

“Nanti ketika tahun ajaran baru sudah berjalan, apalagi di tingkat SD dan SMP, kami akan lihat langsung pelaksanaannya,” tuturnya, menyiratkan keseriusan DPRD dalam memastikan tidak ada pelanggaran aturan.

Jika nantinya ditemukan adanya pungutan dalam bentuk pembelian buku atau biaya serupa, DPRD akan segera memanggil pihak sekolah untuk meminta penjelasan dan menindaklanjuti dengan langkah tegas.

“Kalau ada pungutan di sekolah negeri, itu akan kami tindak. Kami tidak bisa intervensi sekolah swasta, tapi sekolah negeri adalah tanggung jawab kami,” ujarnya menegaskan posisi DPRD terhadap persoalan ini.

Ia juga mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran pendidikan yang bersumber dari Bantuan Operasional Sekolah Nasional (BOSNAS) dan Dana Operasional Sekolah Daerah (BOSDA), yang seharusnya cukup membiayai kebutuhan dasar pembelajaran.

“Apakah dana BOSNAS dan BOSDA dari pusat maupun daerah masih kurang? Padahal itu sudah dialokasikan cukup besar untuk mendukung sekolah,” ujarnya mempertanyakan tata kelola dana yang sudah diberikan.

Ismail menekankan bahwa larangan pungutan bukan hanya soal aturan, tetapi juga komitmen bersama antara legislatif dan eksekutif dalam membangun pendidikan dasar yang inklusif dan gratis untuk seluruh anak di Samarinda.

“Ini bagian dari tanggung jawab kita dalam menjamin pendidikan dasar yang bebas biaya dan bisa diakses oleh siapa saja,” tutupnya. (Adv)

Berita Terkait