Obrolanrakyat.id, Samarinda – DPRD Kota Samarinda menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pola kerja Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), menyusul tindakan penertiban pedagang Pasar Subuh yang menuai kontroversi dan dinilai mencederai nilai-nilai kemanusiaan.
Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Ronald Stephen, menyatakan bahwa lembaga legislatif tidak akan tinggal diam melihat tindakan aparat yang dianggap berlebihan dan tidak sesuai dengan semangat Peraturan Daerah tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum (Perda Trantibum).
“Kami di DPRD memandang serius peristiwa ini. Satpol PP harus dievaluasi, baik dari segi prosedur maupun pendekatannya di lapangan,” ujar Ronald belum lama ini.
Ia menjelaskan bahwa DPRD melalui Komisi I telah menggelar rapat dengar pendapat dengan menghadirkan para pedagang dan perwakilan dari sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mendalami kronologi dan mencari solusi yang adil.
“Rapat ini kami lakukan sebagai bentuk kontrol dan tanggung jawab moral kami terhadap perlindungan hak-hak warga, khususnya pelaku usaha kecil di Samarinda,” jelasnya.
Ronald menambahkan bahwa penegakan peraturan harus dilakukan dengan cara yang proporsional dan tidak menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat, apalagi bagi mereka yang mengandalkan pasar sebagai sumber utama pendapatan.
“Satpol PP bukan alat represif, tetapi bagian dari wajah pemerintah yang seharusnya tampil melayani, bukan menekan,” tegasnya.
Menurut DPRD, tindakan keras yang terekam dalam video saat penertiban di Pasar Subuh merupakan bukti perlunya reformasi pola penindakan agar tidak menimbulkan trauma sosial atau konflik yang berkepanjangan.
“DPRD akan mendorong pembaruan sistem kerja Satpol PP, termasuk pelatihan sumber daya manusia yang menekankan pendekatan humanis dan dialogis,” imbuh Ronald.
Selain itu, DPRD Samarinda menyoroti aspek legalitas lahan Pasar Subuh, yang ternyata bukan milik pemerintah daerah, melainkan lahan pribadi yang disewakan kepada pedagang. Hal ini menurutnya harus menjadi pertimbangan utama dalam proses relokasi.
“Pemerintah tak bisa serta-merta menggusur tanpa dasar hukum yang kuat. Proses relokasi harus transparan dan berkeadilan,” lanjutnya.
Sebagai bagian dari fungsi pengawasan, DPRD berkomitmen untuk terus mengawal setiap kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, terutama yang berpotensi menimbulkan dampak sosial besar seperti penataan pasar tradisional.
“Kami mendukung penataan kota, tapi bukan berarti harus mengorbankan rakyat kecil yang justru menghidupi perekonomian lokal sehari-hari,” tandas Ronald.
Di akhir pernyataannya, DPRD Samarinda menyerukan agar pemerintah kota menjadikan Perda Trantibum sebagai pedoman utama, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dalam semangat sosial yang inklusif dan adil.
“Kami akan terus berdiri di tengah masyarakat untuk memastikan pembangunan berjalan beriringan dengan keadilan sosial,” pungkasnya. (Adv)