Obrolanrakyat.id, Samarinda – Rencana relokasi pedagang di kawasan Pasar Sungai Dama kembali menuai sorotan tajam dari DPRD Kota Samarinda. Salah satu anggota dewan, Adnan Faridhan, menilai langkah Pemkot tersebut terburu-buru dan mengabaikan aspirasi para pedagang.
Adnan menganggap relokasi dilakukan tanpa landasan hukum yang kuat serta minim komunikasi dua arah. Ia menduga ada kepentingan tertentu di balik kebijakan ini, khususnya berkaitan dengan rencana pembangunan kawasan komersial di lokasi yang kini ditempati para pedagang.
Adnan menyebutkan adanya pengakuan langsung dari pihak pemerintah bahwa proyek pembangunan Chinatown memang akan dilakukan di lokasi yang kini dihuni para pedagang.
“Saya tanya langsung, apakah benar akan dibangun Chinatown? Pak Barnabas mengiakan,” ucap Adnan belum lama ini.
Ia menduga percepatan relokasi berkaitan erat dengan proyek tersebut dan menilai pendekatan yang dilakukan pemerintah terkesan represif serta tidak berpihak pada warga kecil.
“Ini menimbulkan dugaan bahwa ada kepentingan lain di balik tindakan represif ini,” lanjutnya.
Tak hanya itu, ia mempertanyakan alasan penggunaan Satpol PP dalam pengosongan lahan yang disebut milik pribadi. Menurutnya, jika memang status tanah itu milik perorangan, maka penanganannya seharusnya bukan menjadi wewenang Pemkot.
“Kalau Satpol PP turun mengusir orang dari lahan pribadi, itu di luar tupoksinya. Ini bukan urusan ketertiban umum, tapi soal sengketa kepemilikan lahan,” jelasnya.
Adnan menekankan bahwa penyelesaian sengketa seharusnya dilakukan secara hukum, bukan dengan pengusiran yang dapat menimbulkan keresahan sosial.
Lebih jauh, Adnan juga menyinggung nasib para pedagang yang terkena dampak. Ia mengingatkan agar Pemkot belajar dari pengalaman relokasi di Pasar Pagi, yang menurutnya berujung pada penurunan omzet yang signifikan.
“Pedagang Pasar Pagi omzetnya anjlok 70 sampai 90 persen setelah direlokasi. Jangan sampai kejadian serupa terulang,” ujar Adnan.
Ia bahkan menyebutkan ada pedagang yang terpaksa banting setir berjualan pentol karena barang dagangannya tak lagi laku di lokasi baru.
“Kalau tidak ditangani dengan baik, bisa berujung pada tindakan kriminal karena terdesak kebutuhan hidup,” katanya prihatin.
Adnan juga menanggapi pernyataan Pemkot soal kondisi 56 pedagang yang dipindahkan ke Pasar Dayak. Menurutnya, klaim bahwa mereka aman tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
“Ada pedagang yang sampai kesulitan bayar arisan karena dagangan tak laku,” ungkapnya.
Ia turut menyoroti pemberian insentif yang dinilai tidak tepat sasaran, terutama ketika bantuan diberikan ke sektor yang bukan prioritas utama.
“Kenapa insentif justru diberikan ke motor berebet? Yang lebih membutuhkan adalah pedagang yang direlokasi dan tidak bisa jualan,” tegasnya.
Menurutnya, dukungan pemerintah seharusnya hadir dalam bentuk konkret, seperti subsidi listrik dan bantuan operasional bagi pedagang terdampak.
Adnan mengingatkan agar pemerintah tidak bersikap sewenang-wenang dan lebih mengedepankan pendekatan yang humanis dalam menyusun kebijakan publik.
“Jangan ada kesan superior, tangan besi. Libatkan kami. Kami siap turun menjelaskan ke masyarakat jika itu memang kebijakan yang benar,” pungkasnya. (Adv)