Obrolanrakyat.id, Samarinda – Proses revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan kini menjadi agenda prioritas Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Samarinda. Komisi IV menegaskan bahwa pembaruan aturan ini selaras dengan kebijakan nasional dan menjawab kebutuhan lokal.
Revisi perda tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang Cipta Kerja, sekaligus mengakomodasi dinamika ketenagakerjaan di Samarinda agar perlindungan terhadap tenaga kerja lebih kuat dan sesuai perkembangan zaman.
Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Muhammad Novan Syahronny Pasie menyampaikan bahwa penyesuaian perda ini dilakukan agar tidak bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi.
“Jadi hasil kerja Pansus kita itu kan berkaitan tentang perubahan dari Perda Nomor 4 Tahun 2014,” ungkap Novan saat ditemui di Gedung DPRD Kota Samarinda belum lama ini.
Ia menjelaskan bahwa revisi tersebut mengacu langsung pada Undang-Undang Cipta Kerja sebagai rujukan utama dalam penyusunan ulang pasal-pasal di perda ketenagakerjaan.
“Itu kan yang pertama mengacu dengan kita pembaruan berkaitan tentang cantolan di Undang-Undang Cipta Kerja,” jelas Novan.
Meski merujuk regulasi nasional, pihaknya memastikan muatan lokal juga menjadi bagian penting dari revisi tersebut. Sejumlah aspirasi dari kalangan pengusaha dan serikat buruh telah dikumpulkan melalui audiensi.
“Sisanya, ada muatan-muatan lokal yang kita masukkan dari hasil audiens kita dengan beberapa pihak, baik itu dari pihak pengusaha maupun pihak serikat buruh,” terangnya.
Seluruh masukan itu akan dirumuskan lebih lanjut oleh Komisi IV dan akan disampaikan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Samarinda untuk ditindaklanjuti secara resmi dalam proses pembentukan regulasi.
“Hal ini yang menjadi masukan buat kita nanti sampaikan ke Bapemperda,” ujarnya.
Novan menyampaikan bahwa pihaknya berharap regulasi baru yang akan disahkan tidak hanya memenuhi aspek legal formal, tapi juga menjawab persoalan yang dihadapi dunia kerja saat ini, terutama di sektor informal dan industri kecil menengah.
“Untuk dalam harapannya untuk dapat diproses menjadi peraturan daerah,” tambah Novan.
Salah satu substansi penting dalam draf revisi tersebut adalah soal pengaturan sistem alih daya (outsourcing), yang menurutnya perlu pembatasan agar tidak menekan hak-hak pekerja.
“Contoh, misalnya berkaitan tentang eh pembatasan tenaga outsourcing,” tegasnya.
Menurutnya, praktik outsourcing yang tidak terkendali kerap menimbulkan kerugian bagi pekerja. Karena itu, perlu ada batasan yang jelas agar tidak terjadi eksploitasi tenaga kerja oleh perusahaan.
Lebih lanjut, DPRD Kota Samarinda juga memastikan adanya mekanisme uji publik terhadap draf perda yang disusun. Proses ini penting untuk menjamin transparansi dan partisipasi aktif dari masyarakat.
“Itu juga kan kita nanti di dalam Bapemperda sendiri juga akan ada uji publik kan,” ujar Novan.
Ia menegaskan bahwa keterlibatan publik merupakan bentuk komitmen DPRD agar setiap produk hukum yang dihasilkan bersifat inklusif, partisipatif, dan benar-benar mewakili kepentingan masyarakat Samarinda.
“Adapun draf-draf yang ada ini mereka sampaikan ke masyarakat sebelum masuk ke ranah pengesahan perdanya,” tutup Novan.
Dengan proses yang terbuka dan responsif, DPRD Samarinda berharap perda yang akan lahir kelak mampu menjawab tantangan dunia ketenagakerjaan yang terus berkembang, serta melindungi hak-hak buruh secara adil dan seimbang. (Adv)