Obrolanrakyat.id, Samarinda – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti, menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi perlindungan anak di kota ini yang dinilai belum berjalan optimal, meskipun Samarinda telah mengantongi predikat sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Pernyataannya menyoroti kasus-kasus pernikahan usia dini yang masih terjadi secara diam-diam dan melibatkan penghulu tidak resmi. Fenomena ini mencederai komitmen kota dalam menjamin hak dan masa depan generasi muda.Puji menyampaikan bahwa label sebagai kota layak anak belum sepenuhnya mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
“Label layak anak seharusnya menjamin kehidupan yang aman dan nyaman untuk semua anak, tapi realitasnya masih jauh dari itu,” ungkap Puji belum lama ini.
Ia menilai bahwa maraknya pernikahan dini merupakan bentuk kegagalan sistemik dalam perlindungan anak, apalagi praktiknya kerap berlangsung di luar pengawasan dan tanpa proses hukum resmi.
“Ini praktik yang berlangsung senyap, tapi dampaknya sangat nyata. Anak yang seharusnya sekolah justru dinikahkan secara diam-diam,” tegasnya penuh keprihatinan.
Menurutnya, anak-anak yang dinikahkan dalam usia belia cenderung menghentikan pendidikan formal mereka dan berakhir dalam situasi kehidupan yang sulit di masa depan karena kurangnya bekal keterampilan dan pendidikan.
Berdasarkan pantauan Komisi IV, banyak orang tua yang masih memegang pola pikir lama, menganggap anak cukup dididik jika sudah bisa membaca dan menulis.
“Wawasan masyarakat masih harus dibangun. Anak itu bukan hanya harus cerdas, tapi juga punya masa depan yang terlindungi,” jelas Puji menambahkan.
Ia menilai bahwa pentingnya pendidikan tidak hanya terletak pada kemampuan dasar, melainkan sebagai modal sosial dan ekonomi di masa depan yang bisa membebaskan anak dari rantai kemiskinan.
Selain persoalan pernikahan dini, Puji juga menyoroti belum meratanya fasilitas ramah anak di wilayah Samarinda. Banyak kawasan, khususnya di pinggiran kota, tidak memiliki taman bermain, ruang baca anak, ataupun layanan konseling remaja.
“Fasilitas publik yang layak untuk anak itu bukan bonus, tapi bagian dari hak mereka. Jangan sampai status kota layak anak hanya berlaku di pusat kota, sementara di pinggiran anak-anak tidak mendapat perhatian,” ujarnya tegas.
Puji menegaskan bahwa mewujudkan lingkungan yang benar-benar layak untuk tumbuh kembang anak tidak bisa hanya mengandalkan satu dinas saja, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A).
Ia menekankan bahwa sinergi antarorganisasi perangkat daerah mutlak dibutuhkan untuk menciptakan sistem perlindungan anak yang menyeluruh.
“Semua sektor harus terlibat, termasuk Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, hingga pihak kepolisian,” pungkasnya.
Dengan berbagai tantangan yang masih terjadi, ia berharap predikat KLA bagi Samarinda tidak hanya menjadi label administratif, melainkan benar-benar tercermin dalam kebijakan dan kondisi lapangan. (Adv)